Nov
06
2015

Pentingnya Ruang Terbuka Hijau dalam Kehidupan Masyarakat Perkotaan

Pentingnya Ruang Terbuka Hijau dalam Kehidupan Masyarakat Perkotaan

rth1

ditulis oleh : Eka Buyung Lienadi

28 Oktober 2015

 

Peningkatan populasi manusia sudah melebihi ambang batas ketersediaan sumber daya alam di dunia. Menurut PBB, saat ini manusia sedang menggunakan 1,5 kali sumber daya alam bumi. Populasi penduduk pun akan terus meningkat. Penduduk dunia akan mencapai 8,5 miliar jiwa pada 2030, lalu 9,7 miliar jiwa pada 2050, dan melampaui 11 miliar orang pada 2100 (Kompas, 2015). Dengan begitu eksploitasi sumber daya alam untuk pangan, sandang, dan papan tidak terhindari. Semakin hari, semakin banyak lahan hijau yang beralih fungsi menjadi daerah pemukiman, perkantoran, dan industri. Selain itu, jumlah kendaraan bermotor selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini berdampak fatal pada kualitas udara, khususnya daerah perkotaan. Gas CO dan CO2 dari asap kendaraan bermotor dan limbah industri serta CH4 dari sampah permukiman dan perkantoran  berdampak pada pemanasan global. Selain itu, kandungan udara perkotaan saat ini telah mengakibatkan ISPA, asma, dan kanker paru-paru (Windoro, 2014). Ironinya, solusi utama bagi masalah ini yaitu hutan yang semakin harinya semakin berkurang. Oleh karena itu, perlu dibuat dan dilestarikan perhutanan khususnya di perkotaan. Dengan demikian, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi solusi utama dalam menyelesaikan masalah udara di perkotaan.

Menurut Peraturan Mendagri No 1 tahun 2007, Ruang Terbuka Hijau  adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Pendirian RTH di perkotaan pun sudah diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Disebutkan dalam undang-undang bahwa minimal luas RTH yaitu 30% dari wilayah kota. Akan tetapi, banyak perkotaan belum memenuhi standar luas RTH. Ibukota Republik Indonesia pun hanya menargetkan 13,95% wilayah kota yang digunakan sebagai RTH pada tahun 2010 dengan realisasi hanya 9% wilayah kota yang digunakan sebagai RTH. RTH pun tidak terbatas didirikan oleh pemerintah Indonesia. Tersebut jelas dalam UU Nomor 26 tahun 2007 adanya RTH privat. RTH privat yaitu ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh rakyat.  Dengan demikian, rakyat juga harus mengambil bagian dalam usaha pembangunan RTH dan pemulihan kondisi udara kota yang tercemar. Kesadaran rakyat akan lingkungan menjadi permasalahan utama. Padahal, masyarakat hanya belum menyadari manfaat RTH yang akan dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, fungsi ekologis sebagai paru-paru kota. Udara perkotaan kontemporer sudah terbukti mengandung kandungan logam yang berbahaya bagi tubuh manusia. Bila udara ini ‘dilestarikan’, jumlah kasus penyakit ISPA, asma, bahkan kanker paru-paru akan terus meningkat. Selain itu resiko kematian bayi dalam kandungan maupun bayi yang baru saja lahir semakin besar. Dengan fotosintesis tanaman, udara toksik kota yang mengandung CO2 akan digantikan dengan gas O2 yang bermanfaat bagi pernapasan manusia. Mengatasi permasalahan udara menjadi tujuan dan manfaat utama agar kesehatan di wilayah perkotaan terjamin.

Kedua, RTH memiliki fungsi sebagai tempat penyerapan air. Air dari hujan harus dapat melakukan penetrasi ke dalam tanah agar dapat dikonversi secara alamiah menjadi air minum yang sehat. Akan tetapi, banyaknya lahan ‘baru’ pada perkotaan telah menghilangkan sarana air untuk masuk ke dalam tanah. Sistem gorong-gorong dan sungai yang telah dibuat menjadi tidak efektif karena kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah sembarangan dan menyebabkan banjir ‘buatan’. Dengan RTH, permasalahan air dan banjir dapat dicegah.

Ketiga, sebagai tempat rekreasi. Kehidupan di perkotaan dengan suasana udara yang buruk dan beban tugas sehari-hari menimbulkan penat, bosan, hingga stress di tengah masyarakat. RTH dapat dibuat konsep taman kota sehingga dapat digunakan sebagai tempat rekreasi.

Keempat, sebagai habitat untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Dewasa ini, semakin luas lahan yang dieksploitasi manusia dan semakin sedikit habitat binatang maupun tumbuhan. Hal ini mengancam kelangsungan hidup berbagai makhluk hidup, bahkan beresiko terhadap kepunahan makhluk hidup. Padahal sudah sepantasnya umat manusia sebagai ciptaan Tuhan dan demi pengabdian ilmu bagi dunia, manusia harus melestarikan keanekaragaman hayati. Langkah kecil seperti RTH memberikan kehidupan bagi tanaman, binatang yang tinggal, dan bagi manusia.

Kelima, pelestarian budaya dan edukasi. Suatu kota mencerminkan budaya masyarakatnya. Bila suatu kota asri nan bersih, maka penduduk lain dapat melihat bahwa kota tersebut memiliki budaya cinta lingkungan. Perancangan dan pelestarian RTH yang baik menimbulkan kesan baik juga akan penduduknya. Selain itu, RTH dalam konsep taman kota dapat dimanfaatkan oleh warganya sebagai media edukasi, sarana berekspresi dan berkreasi, serta melestarikan budaya.

Pada zaman kontemporer ini segalanya dirasa kurang bila tidak ada nilai ekonomisnya. Maka dari itu, fungsi keenam yaitu fungsi ekonomis. Hasil kayu dari pohon menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Tidak hanya itu, RTH dapat dikembangkan untuk mempromosikan perkotaan hingga negara sebagai objek wisata. Turis yang jenuh dengan kondisi udara wilayahnya akan mencari tujuan wisata yang asri. Dengan demikian, RTH memiliki peran penting dalam mengisi kas wilayah dan/atau devisa negara.

Udara buruk perkotaan memberikan dampak buruk bagi manusia. RTH jelas menjadi solusi efektif menghadapi permasalahan lingkungan. Sudah seharusnya manusia sebagai makhluk berakal dan berhati untuk ikut peduli terhadap permasalahan lingkungan. Pendirian RTH berkontribusi menyelesaikan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, marilah kita menyadari pentingnya ruang terbuka hijau dan ikut mengembangkannya.

 

Sumber:

http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/UU_No26_2007.pdf

Arabiya, Al, 2015, PBB: Pada 2050, Jumlah Penduduk Indonesia Melebihi 300 Juta Jiwa, diakses 24 Oktober 2015, dari http://internasional.kompas.com/read/2015/07/30/17581071/PBB.Pada.2050.Jumlah.Penduduk.Indonesia.Melebihi.300.Juta.Jiwa

Priherdityo, Endro, 2015,  Polusi Asap, Lebih bahaya di Riau atau di jakarta?, diakses 24 Oktober 2015, dari http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150908161541-255-77398/polusi-asap-lebih-bahaya-di-riau-atau-jakarta/

Lallanilla, Marc, 2015, Greenhouses gas Emissions: Causes & Sources, diakses 24 Oktober 2015, dari http://www.livescience.com/37821-greenhouse-gases.html

Windoro, Joko, 2014, Kesehatan Anak & Polusi Udara Jakarta, diakses 24 Oktober 2015, dari http://www.dokterkuonline.com/#!KESEHATAN-Anda-Polusi-Udara-Jakarta/c1dgm/173D0CC9-921D-48BC-85D2-3D102816717F

Pratiwi, Ardini. F, 2012, Pentingnya Peran Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bagi Kehidupan Masyarakat di Daerah Perkotaan, diakses 24 Oktober 2015, dari https://ardinifp.wordpress.com/2012/05/07/ruang-terbuka-hijau-bagi-perkotaan/

No Comments »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL

Leave a comment

Powered by WordPress. Theme: TheBuckmaker